Menjadi Guru Privat sejak Duduk di
Bangku SMP
Monasari, S.Pd
Tidak
semua anak bisa merasakan kebahagiaan saat masa remaja. Hal ini terjadi dengan
saya. Semuanya bermula saat ayah meninggal dunia ketika saya duduk di bangku
SMP kelas VIII. Beliau meninggal karena
menderita penyakit paru-paru basah. Sepeninggal Ayah, kehidupan kami pun
menurun drastis, mulai dari kondisi ekonomi keluarga, dan tekanan psikologis ibu, saya dan adik perempuan saya. Banyak
orang yang menduga saya dan adik akan putus sekolah. Kondisi perekonomian
keluarga yang semakin menurun ini membuat Ibu saya harus bekerja menjadi tukang
cuci agar kami bisa tetap makan dan sekolah karena bagi Ibu, beliau rela berjuang sampai
berdarah-darah agar kami bisa tetap sekolah. Kondisi ini membuat saya sebagai anak
pertama pun mulai berpikir untuk
membantu meringankan beban Ibu. Kebetulan, saya selalu menjadi juara kelas saat
SD dan Juara Umum I saat kelas VII dan VIII di SMPN 14 Palembang. Beberapa teman
dan tetangga saya pun sering meminta diajari pelajaran yang belum dimengerti
seperti matematika, fisika, dan biologi terkadang saya diberikan makanan, uang
jajan dan perlengkapan sekolah. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak
teman-teman meminta saya menjadi guru privat mereka. Saya pun tidak menolak
karena saya memang suka berbagi ilmu dengan mengajari mereka dan tidak pernah
saya meminta imbalan untuk gaji. Namun, beberapa dari mereka tetap memberikan
uang berkisar Rp 20.000-Rp 30.000/bulan. Saya sangat bersyukur atas rezeki ini
karena bisa membantu untuk sekolah adik saya yang masih SD. Karena prestasi ini,
saya juga mendapatkan beasiswa dari Bank BNI sebesar Rp 1000.000 untuk biaya
sekolah.