Rabu, 03 Juli 2013

Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah “Sekolah Global Berbasis Kecerdasan di Desa Kalibening “


Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah
“Sekolah Global Berbasis Kecerdasan di Desa Kalibening  

Tulisan ini saya buat ketika  kunjungan PKL Pendidikan Fisika Universitas Sriwijaya pada tanggal 23- 1 Juli 2013 . Pada Tanggal 29 Juni, kami kunjungan  ke Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah di Desa Klaibening, Salatiga , Jawa Tengah...Setelah beberapa jam berada disana banyak pengalaman dan ilmu yang kami dapatkan sehingga saya bisa menuliskan tentang komunitas ini......

This is it.....
Check it out,,,,

Komunitas belajar Qaryah thayyibah lahir dari  keprihatinan Bahruddin melihat pendidikan di tanah air yang makin bobrok dan semakin mahal. Komunitas ini berdiri pada pertengahan tahun 2003. Komunitas ini berlokasi di Jalan Raden Mas Sa’id No. 12 Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah , Indonesia
Adapun latar belakang belakang berdirinya komunitas belajar ini adalah :
Ø  Ketidakmampuan masyarakat sekitar untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah formal yang mahal.
Pada pertengahan tahun 2003 anak pertama Bahrudin , Hilmy, akan masuk SMP. Hilmy telah mendapatkan tempat di salah satu SMP favorit di Salatiga. Namun, Bahruddin terusik dengan anak-anak petani lainnya yang tidak mampu membayar uang masuk SMP negeri yang saat itu telah mencapai Rp 750.000, uang sekolah rata-rata Rp 35.000 per bulan, belum lagi uang seragam dan uang buku yang jumlahnya mencapai ratusan ribu rupiah.
“Saya mungkin mampu, tetapi bagaimana dengan orang-orang lain?”
tuturnya.
Bahruddin yang menjadi ketua rukun wilayah di kampungnya kemudian berinisiatif mengumpulkan warganya menawarkan gagasan, bagaimana jika mereka membuat sekolah sendiri dengan mendirikan SMP alternatif. Dari 30 tetangga yang dikumpulkan, 12 orang berani memasukkan anaknya ke sekolah coba-coba itu. Untuk menunjukkan keseriusannya, Bahruddin juga memasukkan Hilmy ke sekolah yang diangan-angankannya.
“Saya ingin membuat sekolah yang murah, tetapi berkualitas. Saya tidak
berpikir saya akan bisa melahirkan anak yang hebat-hebat. Yang penting
mereka bisa bersekolah,” kata Bahruddin.
Ø  Bergesernya paradigma pendidikan sekarang yang berorientasi pada ijazah, sertifikat dll

Ø  Realitanya, pendidikan sekarang tidak berbasis pada kecerdasan anak .
Pendidikan sekarang tidak menjadikan anak mandiri dan kreatif tetapi semakin konsumtif. Hal ini didasarkan pada pengalaman si pendiri sendiri, Pak Bahrudin. Dia pernah menjuarai taekwondo se-Jawa Tengah  tetapi ia malah gagal ketika diuji mata pelajaran Olahraga. Saat itu, ia pernah diuji mata pelajaran olahraga namun justru nilainya terburuk karena dia tidak bisa menjawab pertanyaan “ berapa tinggi mistar gawang sepak bola ? “ . Padahal ia adalah salah satu atlet olahraga yang berprestasi. Jadi pendidikan sekarang tidak aka sinergi antara kehendak institusi / Negara dengan basis kecerdasan anak.  Realitanya, anak dituntut untuk mengikuti standar institusi yang kurang sesuai dengan kemampuan anak. 

Pak Bahruddin mengadopsi kurikulum SMP reguler di sekolahnya. Ia menyatakan tidak sanggup menyusun kurikulum sendiri. Lagi pula sekolah akan diakui sebagai sekolah berkualitas jika bisa memperoleh nilai yang baik dan mendapatkan ijazah yang diakui pemerintah. Karena itulah ia memilih format SMP Terbuka. Akan tetapi, ia mengubah kecenderungan SMP Terbuka sekadar sebagai lembaga untuk membagi-bagi ijazah dengan mengelola pendidikannya secara serius.

Selanjutnya,  komunitas belajar Qaryah Thayyibah bukan merupakan sekolah formal namun  sistem pendidikannya  lebih berorientasi membebaskan dan melatih siswanya mandiri dan kreatif dalam menanggapi persoalan kehidupan nyata dan berusaha membebaskan dari belenggu model pendidikan formal yang cenderung mahal dan hanya mengejar target kelulusan siswanya saja. Perbedaan esensial komunitas belajar ini dengan pendidikan formal adalah komunitas ini menggunakan indikator produksi bukan indikator konsumsi seperti pada pendidikan formal. Definisi anak pintar versi sekolah formal ialah anak yang sudah menyerap pengetahuan sedemikian banyaknya lalu diuji melalui tes baik ujian blok, ujian semester, dan UN sedangkan definisi anak pintar menurut KBQT  ialah anak yang bisa mengembangkan daya imajinasi, kreasi dan inovasi untuk menghasilkan suatu karya.

Sesuai namanya “ Qaryah Thayibah “ yang merupakan nama serikat tani di desa Kalibening maka komunitas ini terintegrasi pada masyarakat sekitar yang merupakan kelompok tani sehingga QT berpijak pada konteks kehidupan lokal Posisi yang ingin ditempatkan QT dalam sistem pendiidkan nasional adalah wirausaha karena berbicara tentang kemandirian bangsa, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan ketika pendidikan tidak dikembalikan pada local resource maka akan terjadi seperti kondisi pendidikan sekarang ini sehingga kita harus belajar dan berusaha sekuat tenaga untuk mengetahui dan memahami lingkungan lokal sehingga kita dapat mengelola dan memproduksi sendiri berdasarkan sumber daya yang ada. Dengan adanya komunitas belajar QT yang berpijak pada konteks kehidupan lokal maka akan memberikan kontribusi terwujudnya masyarakat belajar ( Learning Society ) sehingga dapat menjadi masyarakat yang unggul, cerdas , berdaya dan mampu mengoptimalkan segenap kemampuan untuk mengelola sumber daya sendiri yang akan berkontribusi dalam penguatan bangsa itu sendiri. 

Proses belajar dan mengajar ditentukan oleh kemauan anak sendiri sehingga anak menjadi subjek pembelajaran dengan dorongan belajar dari pendampingnya. Peran Pendamping adalah orang yang mau belajar bersama dengan anak dan tidak dibayar. Mereka saling memotivasi dalam proses belajar dan mengajar. Dengan demikian model pembelajaran yang diterapkan dalam komunitas ini adalah Learning Centered. Jika di sekolah formal kita kenal yang namanya RPP ( Rencana Proses Pembelajaran ) namun dalam komunitas ini dikenal RFP ( Rencana Fasilitasi Pembelajaran ) . 

Selanjutnya, Kegiatan belajar pun ditentukan oleh siswa sendiri dalam kegiatan upacara/ acara rapat besar sebagai agenda mingguan yang dilaksanakan setiap hari Senin. Dalam upacara, mereka mendiskusikan berbagai macam permasalahan dalam proses belajar dan mengajar di komunitas ini. Para siswa nya pun dapat belajar dari internet dan siapapun.  Akses internet gratis 24 jam diperoleh dari seorang pengusaha internet di Salatiga yang tertarik dengan gagasan Bahruddin. 

Sesuai hasil musyawarah, tiap Senin pagi anak-anak dan pendamping melakukan kerja bakti. Salah satunya adalah membuat talut pematang sawah. Mereka tidak canggung melakukan praktek pengolahan lahan di areal persawahan milik masyarakat sekitar 

Selanjutnya, Jumlah pendamping yang mengajar sembilan orang, semuanya lulusan institut agama Islam negeri dan sebagian besar di antaranya para aktivis petani. Pendamping pelajaran Matematikanya seorang lulusan SMA yang kini mondok di pesantren.

Ternyata pengakuan terhadap keberadaan Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah tidak perlu waktu lama. Nilai rata- rata ulangan murid KB QT  jauh lebih baik daripada nilai rata-rata sekolah induknya,terutama untuk mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris. Sekolah itu juga tampil meyakinkan, mengimbangi sekolah-sekolah negeri dalam lomba cerdas cermat penguasaan materi pelajaran di Salatiga.

Sekolah itu juga mewakili Salatiga dalam lomba motivasi belajar mandiri di tingkat provinsi, dikirim mewakili Salatiga untuk hadir dalam Konvensi Lingkungan Hidup Pemuda Asia Pasifik di Surabaya. Pada tes kenaikan kelas satu, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris siswa Qaryah Thayyibah mencapai 8,86.

Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah juga maju dalam berkesenian. Di bawah bimbingan guru musik, Soedjono, anak-anak sekolah bergabung dalam grup musik Suara Lintang. Grup musik anak-anak desa kecil itu telah mendokumentasikan lagu tradisional anak dalam kaset, MP3, maupun video CD album Tembang Dolanan Tempo Doeloe yang diproduksi sekaligus untuk pencarian dana. Seluruh siswa bisa bermain gitar, yang menjadi keterampilan wajib di sekolah itu.

Meski tidak mengenyam sekolah formal, siswa Qaryah Thayyibah juga mampu mendesain bangunan berikut interior layaknya arsitek lulusan perguruan tinggi padahal mereka adalan remaja bahkan hasil desain itu telah direalisasikan untuk sebuah bangunan lantai 4 yang sekarang digunakan untuk tempat belajar mereka.

Sembilan tahun berdiri tercatat sudah ada 45 siswa yang belajar dalam komunitas belajar ini dan rata-rata mereka sudah mendapat penghargaan serta kejuaraan nasional. Bahkan pendirinya pun telah mendapat piala satu lemari sebagai pejuang pendidikan dari berbagai kalangan. 

Fina Af’idatussofa, salah satu siswa KBQT mampu meraih penghargaan tingkat nasional sebagai penulis kreatif dari yayasan milik Kak Seto dan beberapa tulisannya dimuat di harian kompas. Salah satu buku karangan Fina pun sudah ada yang diterbitkan. Selain Fina, anak – anak QT yang lain  juga mampu membuat klip lagu. Mereka membuat video clip “ Pelangi Desaku “ yang merupakan lagu ciptaan mereka sendiri dengan artis teman-teman mereka sendiri. Bahkan hasil produksinya mulai dari shooting, editing dan pasca produksi dilakukan mereka sendiri. Salah satu dari mereka ada yang bercita-cita sebagai sutradara film dan menjadi penyanyi yaitu Puji Astuti. Selanjutnya, beberapa lagu ciptaan guru dan siswa Qaryah Thayyibah mendapat pengakuan secara nasional dan dijadikan mars dan hymne dalam pendidikan kesetaraan

Masih ada keunikan dari komunitas belajar ini . Diantaranya, Bahrudin selaku penggagas komunitas ini tidak mewajibkan anak-anak untuk mengikuti UN karena justru dari anak-anaknya yang tidak mau mengikuti UN. Sebagai tugas akhir, mereka lebih memilih berkarya membuat disertasi. Namun ada tiga anak yang masih ingin ikut UN dan ketiga anak ini dianggap sebagai penghianat. Namun karena mereka anak-anak yang berbudaya, ketiga anak ini dan anak-anak lain melaksanakan rapat untuk pengambilan keputusan apakah diizinkan ketiga anak ini untuk mengikuti UN . Ternyata keputusannya ketiga anak ini diizinkan mengikuti UN lantaran karena mereka ingin menyusun disertasi tentang UN. Setelah UN selesai, karya anak ini pun selesai yang terwujud dalam sebuah buku “ Lebih Asyik Tanpa UN “ yang ditulis oleh Fina dan telah diterbitkan serta beredar di seluruh gramedia di Indonesia. Fina pun menjadi lulusan terbaik dan berhak masuk sekolah bertaraf internasional namun dia justru menolak karena ia tetap ingin mengabdi dalam komunitas ini dan sekarang dia dan teman-temannya malah mendirikan komunitas belajar Qaryah Thayyibah setingkat SMU. 

Karena UN dianggap segala-galanya dan untuk mendapatkan pengakuan di masyarakat dibutuhkan ijazah serta sebagian besar orang tua menolak KBQT tidak mewajibkan UN maka komunitas belajar ini pun didaftarkan pada program kesetaraan yang kita kenal dengan paket B dan Paket C. Jadi siswa QT juga ada ijazah dan bisa melanjutkan ke pendidikan formal. Sebagai contoh ada siswa QT yang sedang kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia dan Hukum Universitas Indonesia.

Sudah panjang lebar saya bercerita tentang komunitas belajar Qaryah Thayyibah, sekarang saya ingin sedikit menuliskan mimpi dan harapan  dari seorang Bahrudin untuk kita yakni :
“ Terwujudnya Learning Society bisa dimana-mana sehingga jika ada pertanyaan berapa ??? ada sedikit. Dan jika ada orang diluar desa yang belajar di Qaryah Thayyibah sangat kami sarankan untuk tidak belajar terlalu lama ditempat kami namun selenggarakanlah pendidikan sendiri ditempat lain. Sebagai contoh, Kelompok Cendekia Mandiri dulu belajar di QT sekarang berhasil mendirikan komunitas belajar. Sekarang sudah berkembang menjadi 20 komunitas belajar di desa-desa. Dengan demikian , komunitas belajar non formal bisa diaplikasikan dimana-mana “
                       
So…………
Mari kita mulai !!

Created by Monasari


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed by Animart Powered by Blogger