Selasa, 04 Desember 2012

Makalah “Pengembangan Model Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)”



Kata Pengantar
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah Pengembangan Model Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Kerangka materi yang tersaji dalam makalah ini disusun berdasarkan buku-buku referensi, serta jurnal UPI yang berkaitan dengan mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Adapun materi yang disajikan dalam makalah ini secara ringkas adalah :
1.      Pengertian Model Pembelajaran CTL
2.      Prinsip dan Karakteristik Model Pembelajaran CTL
3.      Komponen- Komponen Model Pembelajaran CTL
4.      Sintaks Model Pembelajaran CTL
5.      Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran CTL
6.      Analisis Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Pembelajaran CTL
Akhirnya, penyusun menyadari kalau makalah ini masih banyak memiliki  pembaca sebagai referensi untuk perbaikan dalam penulisan makalah berikutnya. Akhir kata, penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum wr.wb
Inderalaya,   September  2012

Penyusun



Bab 1 Pendahuluan
1.1  Latar Belakang

Mutu pendidikan sangat bergantung kepada kualitas pelaksanaan pendidikan disekolah-sekolah, tercermin dalam keberhasilan belajar siswa.Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Berhubungan dengan hal tersebut telah dilakukan banyak upaya oleh pemerintah dalammemacu dan meningkatkan kompetensi guru yang baik.
Fenomena yang ada memperlihatkan bahwa pembelajaran fisika hingga beberapa tahun terakhir ini dikategorikan rendah (Sarjono). Fenomena ini memberikan indikasi bahwa kemungkinan pembelajaran dipandang oleh sebagian besar guru sebagai proses pentransferan ilmu pengetahuan, akibatnya didalam proses pembelajaran masih menjadi link yang putus dengan pemrosesan kognitif yang terjadi dalam benak siswa, sehingga strukturisasi pemahaman konsep fisika yang terjadi pada benak siswa masih tetap lemah,siswa mengalami kesulitan memahami konsep-konsep fisika. Kebiasaan mereka belajar fisika yang berorientasi pada rumus-rumus jadi dalam pembahasan soal-soal secara langsung tanpa menghiraukan konsep-konsepnya.
Pendapat yang menyoroti rendahnya mutu pendidikan khususnya bidang sains IPA, disebabkan oleh:
· Cara mengajar guru-guru sains kurang menarik dan monoton.
· Guru kurang menguasai materi yang diajarkan.
· Guru kurang memberi kesempatan bertanya kepada siswa.
· Sebagian besar guru menyampaikan informasi dan rumusan konsep yang sudah jadi, tanpa mempedulikan munculnya rumusan konsep tersebut.
· Proses belajar mengajar masih terpusat pada guru, guru mendominasi proses belajar mengajar, sehingga siswa mengambil posisi pasif sebagai pembelajar karena segalanya telah diatur dan didominasi oleh guru.
· Proses beajar mengajar tidak dibiasakan untuk memecahkan permasalahna dalam kehidupan sehari-hari yang ada hubungannya dengan konsep yang sedang dipelajari, terlebih lagi tidak dibiasakan menyelesaikan suatu persoalan ditinjau dari perspektif konsep yang benar, sehingga menyebabkan siswa tidak terampil atau cakap dalam
memecahkan masalah.
Implikasi dari semuanya itu, guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang dapat menggali pengetahuan awal siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan yang didapat serta secara aktif dapat menyeleksi, menyaring, memberi arti, dan menguji kebenaran atas informasi yang diterimanya. Disamping itu, pembelajaran harus dapat menghubungkan pengetahuan atau bahan yang akan dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dapat dikembangkan. Dengan kata lain, pembelajaran harus diubah dari yang terpusat pada guru (teacher centered), menjadi pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered).

Dasar pendapat diatas merupakan pandangan kontruktivisme. Pendekatan
kontrukivisme sangat sesuai untuk meningkatkan minat belajar siswa dan meningkatkan kualitas belajar siswa. Dengan menggunakan pendekatan kontruktivis fisika diajarkan bukan hanya “produk” tetapi merupakan sebagai “produk dan proses” dan proses inilah yang menentukan produk tersebut. Pendekatan kontruktivis membangun pengetahuan yang merupakan proses perolehan pengetahuan bukan sebatas mentransfer pengetahuan guru kepada anak didik, tetapi anak didik membangun pengetahuannya sendiri, sehingga anak didik benar-benar mengalami proses pengetahuan tersebut.
Banyaknya permasalahan dalam proses pembelajaran yang harus dipecahkan mendorong para ahli pendidikan untuk mencari sebuah pendekatan dan model pembelajaran. Berbagai upaya perbaikan yang hendaknya dilakukan dalam pembelajaran fisika dimasa datang yaitu dengan mengubah pendekatan orientasi behaviorisme dengan pendekatan kontruktivisme. Pendekatan kontruktivisme lahir dari kekurangpuasan para ahli pendidikan terhadap proses pembelajaran yang menganut orientasi teori behaviorisme. Teori kontruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan baru yang diterima siswa bukan hasil penstransferan ilmu dari guru kepada siswa melainkan pengetahuan itu dibangun oleh benak siswa itu sendiri.
Hasil dari penelitian Suyitno Kangiden, dkk (1998) mengenai variasi pembelajaran fisika dan kaitannya dengan hasil belajar siswa diperoleh kesimpulan bahwa pola pembelajaran materi pelajaran dikelas yang lebih menjamin peningkatan hasil belajar adalah pola pembelajaran konseptual. Disarankan agar guru berusaha meningkatkan kemampuan mengembangkan pola pembelajaran yang berbasis konsep dan hubungan antar konsep secara menyeluruh, guru hendaknya lebih dapat memperkaya wawasan antara lain dengan mengkaji lebih banayk buku dan mengembangkan pola pembelajaran konseptual.

            Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut , maka penulis membuat makalah ini yang berjudul Pengembangan Model Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL )

1.2  Rumusan Masalah
1.      Jelaskan Pengertian dari model pembelajaran CTL ( Contextual Teaching and Learning ) !
2.      Sebutkan dan jelaskan prinsip dan karateristik dari model pembelajaran CTL !
3.      Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen model pembelajaran CTL !
4.      Jelaskan sintak dari model pembelajaran CTL !
5.      Sebutkan dan jelaskan kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran CTL !
6.      Analisislah bagaimana pembelajaran fisika dengan pendekatan CTL !

1.3  Tujuan Penulisan Makalah
1.      Mahasiswa dapat memahami pengertian model pembelajaran Contextual Teaching and Learning ( CTL )
2.      Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan prinsip serta karakteristik model pembelajaran CTL
3.      Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan komponen-komponen model pembelajaran CTL
4.      Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan sintak model pembelajaran CTL
5.      Mahasiswa dapat menjelaskan kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran CTL
6.      Mahasiswa dapat menganalisis bagaimana pembelajaran fisika dengan pendekatan CTL 

 


Bab 2 Pembahasan
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Pembelajaran kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL). Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan, konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan ”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya.
Adapun pengertian CTL menurut Depdiknas (2003:5) adalah sebagai berikut :
·         ”Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari–hari”.
·         Pendekatan CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih bannyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan menemukan sendiri bukan apa kata guru
Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut:



CTL
Konvensional
Pemilihan informasi kebutuhan individu siswa;
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru;
Cenderung mengintegrasikan  beberapa bidang (disiplin);
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu;
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa;
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan;
Menerapkan penilaian autentik melalui melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah;
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulan

2.2 Prinsip dan Karakteristik Model Pembelajaran CTL
2.2.1 Prinsip Model Pembelajaran CTL
Menurut Elaine B. Jhonson, di kutip oleh Udin Saefudin, berpendapat bahwa dalam pembelajaran kontekstual , minimal ada tiga prinsip utama yang sering digunakan, yaitu:
a.      Prinsip Saling ketergantungan (interdepence)
Prinsip saling ketergantungan ini, menurut hasil kajian para ilmuwan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan ketergantungan. Begitu pula dalam pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di tempat kerja, di masyarakat. Dalam kehidupan di sekolah siswa saling berhubungan dan tergantung dengan guru, tata usaha, kepala sekolah, dan nara sumber yang ada disekitarnya. Dalam proses pembelajaran siswa berhubungan dengan bahan ajar, sumber belajar, media, sarana prasarana belajar.
Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making meaningfull connections) antara proses pembelajaran dan konteks kehidupan nyata sehingga peserta didik berkeyakinan bahwa belajar merupakan aspek yang esensial bagi kehidupan di masa datang. Bekerjasama (collaborating) untuk membantu peserta didik belajar secara efektif dalam kelompok, membantu peserta didik untuk berinteraksi dengan orang lain, saling mengemukakan gagasan, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, mengumpulkan data, mengolah data, dan menentukan alternatif pemecahan masalah.
Sehingga prinsip ini menyatukan berbagai pengalaman dari masing-masing peserta didik untuk mencapai standar akademik yang tinggi (reaching high standards) melalui pengidentifikasian tujuan dan memotivasi peserta didik untuk mencapainya.
Dengan demikian, pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya, antara teori dengan praktek, antara bahan yang bersifat konsep dengan penerapan dalam kehidupan nyata.
b.      Prinsip Perbedaan (differentiation)
Prinsip diferensiasi adalah mendorong peserta didik menghasilkan keberagaman, pebedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam belajar (self-regulated learning) yang dapat mengkontruksi minat peserta didik untuk belajar mandiri dalam konteks tim dengan mengkorelasikan bahan ajar dengan kehidupan nyata, dalam rangka mencapai tujuan secara penuh makna (meaningfullness).
Terciptanya berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking) di kalangan peserta didik dalam rangka pengumpulan, analisis, dan sintesa data, guna pemecahan masalah.
Terciptanya kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi potensi pribadi, dalam rangka menciptakan dan mengembangkan gaya belajar (style of learning) yang paling sesuai sehingga dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Oleh sebab itu, para pendidik juga dituntut untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing sejalan dengan prinsip diferensiasi ini. Proses pendidikan dan pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan menekankan kreativitas, keunikan, variasi dan kolaborasi. Konsep-konsep tersebut bisa dilaksanakan dalam pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual berpusat pada siswa. Dengan ini siswa dapat berkolaborasi dengan teman-temannya untuk melakukan pengamatan, menghimpun dan mencatat fakta dan informasi, menemukan prinsip-prinsip dan pemecahan masalah.
c.       Pengorganisasian Diri (self organization)
Prinsip pengorganisasian diri/pengaturan diri menyatakan bahwa proses pembelajaran diatur, dipertahankan, dan disadari oleh peserta didik sendiri, dalam rangka merealisasikan seluruh potensinya. Peserta didik secara sadar harus menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.
Prinsip pengorganisasian diri ini, menuntut para pendidik dan para pengajar di sekolah agar mendorong tiap siswanya untuk memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin. Dalam hal ini pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa untuk mencapai keunggulan akademik, penguasaan keterampilan standar, dan pengembangan sikap dan moral siswa.
Melalui interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan mereka dalam bertahan dan menemukan sisi keterbatasan diri
2.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran CTL
Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu
1. melakukan hubungan yang bermakna,
2. mengerjakan pekerjaan yang berarti,
3. mengatur cara belajar sendiri,
4. bekerja sama,
5. berpikir kritis dan kreatif,
6. mengasuh atau memelihara pribadi siswa,
7. mencapai standar yang tinggi, dan
8. menggunakan penilaian sebenarnya.
Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual mempunyai sebelas karakteristik antara lain yaitu
1. kerja sama,
2. saling menunjang,
3. menyenangkan,
4. belajar dengan bergairah
,5. pembelajaran terintegrasi,
6. menggunakan berbagai sumber,
7. siswa aktif,
8. sharing dengan teman,
9. siswa aktif, guru kreatif,
10. dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain, serta
11. laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.

Priyatni (2002:2) menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL memiliki karakteristik sebagai berikut.

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalamkonteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning)
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses mengalami (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi (learning in a group).

5) Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to knot each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, kreatif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to York together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).
2.3 Komponen-Komponen Model Pembelajaran CTL
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai berikut:
1.        Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimili                                                                          kinya.
2. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion )
3. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk :
  1.  Menggali informasi,
  2.  Menggali pemahaman siswa,
  3.  Membangkitkan respon kepada siswa,
  4.  Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,
  5.  Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa,
  6.  Memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru,
  7.  Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
5. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
6. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
2.4 Sintaks Model Pembelajaran CTL
Menurut Muslich (2007), pembelajaran CTL dikembangkan dengan memperhatikan lima unsur pokok yang disingkat dengan
REACT yakni:
1. Relating, yaitu belajar dikaikan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata
2. Experiencing, yakni pembelajaran dikaitkan dengan penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery) dan penciptaan (invention).
3. Appliying, yaitu presentasi pengetahuan dalam konteks pemanfaatannya.
4. Cooperating,yaitu belajar dalam bentuk kontak interpersonal dan kerjasama.
5. Transfering, yaitu belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.


Tabel 1. Sintaks Pembelajaran melalui Pendekatan CTL.
NO
Tahap
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
CTL
1
Pendahuluan
·          Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut
·         Menyampaikan prasyarat
• Mendengarkan tujuan yang disampaikan guru
• Menjawab prasyarat dari guru
relating
2
Inti
·         Menyampaikan motivasi
·         Menyampaikan materi dan memberiakan contoh
·         Menjelaskan dan mendemonstrasikan percobaan
·          Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar yang heterogen

·         Membimbing siswa menjawab pertanyaan yang ada di LKS
·         Meminta perwakilan dari setiap kelompok mempersentasikan
hasil diskusi didepan kelas
·         Menjawab motivasi dari guru
·         Mendengarkan dan mecatat penjelasan guru
·         Memperhatikan
Demonstrasi guru
·          Membentuk kelompok


·         Melakukan percobaan yang ada di LKS
·         Menjawab pertanyaan yang ada di LKS
·         Mempersentasikan hasil percobaan kelompok yang diperoleh





Cooperating





Experimenting

Applliying
3
Penutup
·         Membimbing siswa
merangkum atau menyimpulkan semua materi yang telah dipelajari
·          Memberikan tes
·         Merangkum atau menyimpulakn materi yang telah dipelajari
·          Mengerjakan soal-soal tes
Transfering




2.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran CTL
Kelebihan
  1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
  2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Kelemahan
  1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
  2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

2.6 Pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa dan medorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tugas guru dalam pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
Pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini menjadi acuan yang selanjutnya dapat menghubungkan antara materi, kehidupan nyata dan aplikasi. Hal ini sejalan dengan penjelasan sebagai berikut:
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil (Depdiknas, 2003:1).

Pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merujuk pada pemikiran tentang belajar yaitu sebagai berikut 
(Depdiknas, 2003:3-5):
(1) Proses Belajar; dalam mana anak belajar dari mengalami sendiri, mengkontruksi pengetahuan, kemudian memberikan makna pada pengetahuan itu,
(2) Transfer Belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahun
dan keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya,
(3) Siswa sebagai Pembelajar; tugas guru mengatur strategi belajar, membantu
menghubungkan pengetahuan lama yang sudah diketahui anak dengan yang
baru, dan memfasilitasi belajar, dan
(4) Pentingnya Lingkungan Belajar; lupakan tradisi: “Guru ekting di panggung,
siswa menonton”. Ubah menjadi “Siswa aktif bekerja dan belajar di panggung,
guru mengarahkan dari dekat”.
            Dengan demikian menurut Depdiknas (2003:5) bahwa: Pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: Konstruktivisme (Contructivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Sebagai contoh, kelas fisika yang mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena panas atau terkena dingin.

            Ketujuh komponen utama pembelajaran efektif yang mendukung terhadap
pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) tersebut penjelasannya adalah sebagai berikut Depdiknas (2003:10-20):
(1) Konstruktivisme (Contructivisme)
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual.
Maksud kontruktivisme disini yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak mendadak. Dalam hal ini, manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan member mana melalui pengalaman nyata.
(2) Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Dalam pembelajaran, bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang pendekatan penemuan (inquiri), yaitu menggali, mengkonfirmasi apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
(3) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya.
(4) Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari hasil bagi antara teman,
antara kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, sesorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar akan memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Oleh karena itu, dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
(5) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan kontekstual maksudnya, bahwa dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu harus ada model yang bisa ditiru. Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk ditiru, diadaptasi, atau modifikasi. Dengan adanya suatu model untuk dijadikan contoh biasanya konsep akan lebih mudah dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Salah satu contoh pemodelan dalam pembelajaran fisika misalnya mempelajari contoh penyelesaian soal, penggunaan alat peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu bacaan atau cara membuat skema konsep. Pemodelan ini tidak harus selalu oleh guru, bisa juga oleh siswa atau media yang lainnya.
(6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Dalam pembelajaran, pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang dimilki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antar pengethuan yang dimilki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari semua adalah begaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru itu.
(7) Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
Authentic Assessment adalah penilaian yang dilakukan secar komprehensif berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran yang meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha sisa yang telah dilakukanya mendapat penghargaan. Penilaian otentik seharusnya dilakukan dari berbagai aspek dan metoda sehingga menjadi objektif. Dalam penelitian ini aspek yang menjadi penilaian yaitu aspek afektif, aspek psikomotorik tiap siswa dan unjuk kerja kelompok serta tes tertulis untuk menilai tingkat penguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.

Dari ketujuh komponen tersebut, pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian komprehensif, dan pembentukan manusia yang mempunyai akal dan nurani.

Langkah-langkah pengembangan model menurut Brog dan Ball
1. Research and information collecting (studi awal)
2. Planning (perencanaan)
3. Development preliminary from of product (mengembangkan bentuk awal model)
4. Preliminary field testing (ujicoba pendahuluan)
5. Main product revision (revisi untuk menyiapkan produk utama)
6. Operational field testing (ujicoba operasional)
7. Final product revision (revisi produk akhir)
8. Main field testing (ujicoba utama)
9. Disseminasi and distribution (diseminasi dan distribusi)



Bab 3 Kesimpulan

Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan keterlibatan siswa setiap tahapan pembelajaran dengan cara menghubungkannya dengan situasi kehidupan yang dialami siswa sehari-hari sehingga pemahaman materi diterapkan dalam kehidupan nyata. Karakteristik CTL adalah pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru, pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk diyakini dan diterapkan, memperaktikkan pengalaman dalam kehidupan nyata, dan melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual meliputi tiga prinsip utama, yaitu: saling ketergantungan (interdependenci), diferensiasi (differentiation), dan pengorganisasian diri (self organization). Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, terutama dalam hal peranan siswa, peranan guru, proses pembelajaran, dan tujuan belajar. Seluruh komponen pembelajaran kontekstual menekankan aktivitas siswa secara penuh baik fisik maupun mental. Menempatkan peran siswa selain sebagai subjek pembelajaran juga latar belakang kehidupan, kemampuan, pengalaman belajar, pengelompokan belajar, dan tujuan belajar faktor siswa selalu dipertimbangkan.
Komponen-komponen pembelajaran sebagai asas CTL dalam menerapkan pola pembelajaran meliputi asas kontuktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan penilaian nyata. Keseluruhan komponen ini dipertimbangkan dalam langkah-langkah pembelajaran kontekstual yang meliputi pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup, baik pelaksanaan di lapangan maupun di dalam kelas.
Menurut Muslich (2007), pembelajaran CTL dikembangkan dengan memperhatikan lima unsur pokok yang disingkat dengan REACT yakni: Relating , Experiencing, Appliyin,  Cooperating,dan Transfering, yaitu belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.

Model Pembelajaran CTL memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dari CTL adalah pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil serta pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran CTL yakni guru lebih intensif dalam membimbing siswa  agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
Menurut Depdiknas (2003:5) bahwa: Pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: Konstruktivisme (Contructivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Sebagai contoh, kelas fisika yang mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena panas atau terkena dingin.
Selanjutnya, pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian komprehensif, dan pembentukan manusia yang mempunyai akal dan nurani.


Daftar Pustaka
·         http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/196703071991031-SAEFUL_KARIM/Prop._Skripsi.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed by Animart Powered by Blogger