Kata Pengantar
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur atas
ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya, penyusun dapat
menyelesaikan makalah “Pengembangan
Model Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL)” dengan tepat
waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran.
Kerangka materi
yang tersaji dalam makalah ini disusun berdasarkan buku-buku referensi, serta
jurnal UPI yang berkaitan dengan mata kuliah Belajar dan Pembelajaran. Adapun
materi yang disajikan dalam makalah ini secara ringkas adalah :
1. Pengertian Model Pembelajaran CTL
2. Prinsip dan Karakteristik Model Pembelajaran CTL
3. Komponen- Komponen Model Pembelajaran CTL
4. Sintaks Model Pembelajaran CTL
5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran CTL
6. Analisis Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Pembelajaran
CTL
Akhirnya, penyusun menyadari kalau makalah ini masih banyak
memiliki pembaca sebagai referensi untuk
perbaikan dalam penulisan makalah berikutnya. Akhir kata,
penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.
Wassalamualaikum wr.wb
Inderalaya, September
2012
Penyusun
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Mutu
pendidikan sangat bergantung kepada kualitas pelaksanaan pendidikan disekolah-sekolah,
tercermin dalam keberhasilan belajar siswa.Proses pembelajaran merupakan salah
satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Berhubungan
dengan hal tersebut telah dilakukan banyak upaya oleh pemerintah dalammemacu
dan meningkatkan kompetensi guru yang baik.
Fenomena
yang ada memperlihatkan bahwa pembelajaran fisika hingga beberapa tahun
terakhir ini dikategorikan rendah (Sarjono). Fenomena ini memberikan indikasi bahwa
kemungkinan pembelajaran dipandang oleh sebagian besar guru sebagai proses pentransferan
ilmu pengetahuan, akibatnya didalam proses pembelajaran masih menjadi link yang
putus dengan pemrosesan kognitif yang terjadi dalam benak siswa, sehingga strukturisasi
pemahaman konsep fisika yang terjadi pada benak siswa masih tetap lemah,siswa
mengalami kesulitan memahami konsep-konsep fisika. Kebiasaan mereka belajar fisika
yang berorientasi pada rumus-rumus jadi dalam pembahasan soal-soal secara langsung
tanpa menghiraukan konsep-konsepnya.
Pendapat
yang menyoroti rendahnya mutu pendidikan khususnya bidang sains IPA, disebabkan
oleh:
· Cara mengajar
guru-guru sains kurang menarik dan monoton.
· Guru kurang
menguasai materi yang diajarkan.
· Guru kurang
memberi kesempatan bertanya kepada siswa.
· Sebagian besar
guru menyampaikan informasi dan rumusan konsep yang sudah jadi, tanpa
mempedulikan munculnya rumusan konsep tersebut.
· Proses belajar
mengajar masih terpusat pada guru, guru mendominasi proses belajar mengajar,
sehingga siswa mengambil posisi pasif sebagai pembelajar karena segalanya telah
diatur dan didominasi oleh guru.
· Proses beajar
mengajar tidak dibiasakan untuk memecahkan permasalahna dalam kehidupan
sehari-hari yang ada hubungannya dengan konsep yang sedang dipelajari, terlebih
lagi tidak dibiasakan menyelesaikan suatu persoalan ditinjau dari perspektif konsep
yang benar, sehingga menyebabkan siswa tidak terampil atau cakap dalam
memecahkan
masalah.
Implikasi
dari semuanya itu, guru harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang dapat
menggali pengetahuan awal siswa, sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan
yang didapat serta secara aktif dapat menyeleksi, menyaring, memberi arti, dan
menguji kebenaran atas informasi yang diterimanya. Disamping itu, pembelajaran
harus dapat menghubungkan pengetahuan atau bahan yang akan dipelajari dengan
pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya dapat
dikembangkan. Dengan kata lain, pembelajaran harus diubah dari yang terpusat
pada guru (teacher centered), menjadi pembelajaran yang terpusat
pada siswa (student centered).
Dasar
pendapat diatas merupakan pandangan kontruktivisme. Pendekatan
kontrukivisme
sangat sesuai untuk meningkatkan minat belajar siswa dan meningkatkan kualitas
belajar siswa. Dengan menggunakan pendekatan kontruktivis fisika diajarkan
bukan hanya “produk” tetapi merupakan sebagai “produk dan proses” dan proses
inilah yang menentukan produk tersebut. Pendekatan kontruktivis membangun
pengetahuan yang merupakan proses perolehan pengetahuan bukan sebatas
mentransfer pengetahuan guru kepada anak didik, tetapi anak didik membangun
pengetahuannya sendiri, sehingga anak didik benar-benar mengalami proses
pengetahuan tersebut.
Banyaknya
permasalahan dalam proses pembelajaran yang harus dipecahkan mendorong para
ahli pendidikan untuk mencari sebuah pendekatan dan model pembelajaran.
Berbagai upaya perbaikan yang hendaknya dilakukan dalam pembelajaran fisika
dimasa datang yaitu dengan mengubah pendekatan orientasi behaviorisme dengan
pendekatan kontruktivisme. Pendekatan kontruktivisme lahir dari kekurangpuasan
para ahli pendidikan terhadap proses pembelajaran yang menganut orientasi teori
behaviorisme. Teori kontruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan baru yang
diterima siswa bukan hasil penstransferan ilmu dari guru kepada siswa melainkan
pengetahuan itu dibangun oleh benak siswa itu sendiri.
Hasil
dari penelitian Suyitno Kangiden, dkk (1998) mengenai variasi pembelajaran
fisika dan kaitannya dengan hasil belajar siswa diperoleh kesimpulan bahwa pola
pembelajaran materi pelajaran dikelas yang lebih menjamin peningkatan hasil
belajar adalah pola pembelajaran konseptual. Disarankan agar guru berusaha
meningkatkan kemampuan mengembangkan pola pembelajaran yang berbasis konsep dan
hubungan antar konsep secara menyeluruh, guru hendaknya lebih dapat memperkaya
wawasan antara lain dengan mengkaji lebih banayk buku dan mengembangkan pola
pembelajaran konseptual.
Berdasarkan
permasalahan-permasalahan tersebut , maka penulis membuat makalah ini yang
berjudul “Pengembangan Model
Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL
)
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Jelaskan Pengertian dari model
pembelajaran CTL ( Contextual Teaching and Learning ) !
2.
Sebutkan dan jelaskan prinsip dan
karateristik dari model pembelajaran CTL !
3.
Sebutkan dan jelaskan
komponen-komponen model pembelajaran CTL !
4.
Jelaskan sintak dari model pembelajaran
CTL !
5.
Sebutkan dan jelaskan kelebihan dan
kelemahan dari model pembelajaran CTL !
6.
Analisislah bagaimana pembelajaran
fisika dengan pendekatan CTL !
1.3 Tujuan
Penulisan Makalah
1.
Mahasiswa dapat memahami pengertian model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning ( CTL )
2.
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan prinsip serta karakteristik model pembelajaran CTL
3.
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan komponen-komponen model pembelajaran CTL
4.
Mahasiswa dapat memahami dan
menjelaskan sintak model pembelajaran CTL
5.
Mahasiswa dapat menjelaskan
kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran CTL
Bab 2 Pembahasan
2.1 Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and
Learning
Pembelajaran
kontekstual adalah terjemahan dari istilah Contextual Teaching Learning (CTL).
Kata contextual berasal dari kata contex yang berarti “hubungan,
konteks, suasana, atau keadaan”. Dengan demikian contextual diartikan
”yang berhubungan dengan suasana (konteks). Sehingga Contextual Teaching
Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan
dengan suasana tertentu.
Pembelajaran
kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang
menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari
terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang
terjadi disekelilingnya.
Adapun pengertian CTL menurut
Depdiknas (2003:5) adalah sebagai berikut :
·
”Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
perencanaan dalam kehidupan mereka sehari–hari”.
·
Pendekatan
CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dalam konteks
itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa
mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari
berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha
membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih bannyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai
sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan
yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan menemukan
sendiri bukan apa kata guru
Pembelajaran
kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan
Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan antara pembelajaran Contextual
Teaching Learning (CTL) dengan pembelajaran konvensional sebagai berikut:
CTL
|
Konvensional
|
Pemilihan informasi kebutuhan
individu siswa;
|
Pemilihan informasi ditentukan
oleh guru;
|
Cenderung mengintegrasikan
beberapa bidang (disiplin);
|
Cenderung terfokus pada satu
bidang (disiplin) tertentu;
|
Selalu mengkaitkan informasi
dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa;
|
Memberikan tumpukan informasi
kepada siswa sampai pada saatnya diperlukan;
|
Menerapkan penilaian autentik
melalui melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah;
|
Penilaian hasil belajar hanya
melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulan
|
2.2 Prinsip dan Karakteristik Model Pembelajaran CTL
2.2.1 Prinsip Model Pembelajaran CTL
Menurut
Elaine B. Jhonson, di kutip oleh Udin Saefudin, berpendapat bahwa dalam
pembelajaran kontekstual , minimal ada tiga prinsip utama yang sering
digunakan, yaitu:
a. Prinsip
Saling ketergantungan (interdepence)
Prinsip saling ketergantungan ini, menurut hasil kajian para
ilmuwan segala yang ada di dunia ini adalah saling berhubungan dan ketergantungan.
Begitu pula dalam pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem
kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, di tempat kerja, di
masyarakat. Dalam kehidupan di sekolah siswa saling berhubungan dan tergantung
dengan guru, tata usaha, kepala sekolah, dan nara sumber yang ada disekitarnya.
Dalam proses pembelajaran siswa berhubungan dengan bahan ajar, sumber belajar,
media, sarana prasarana belajar.
Prinsip ini membuat hubungan yang bermakna (making
meaningfull connections) antara proses pembelajaran dan konteks kehidupan
nyata sehingga peserta didik berkeyakinan bahwa belajar merupakan aspek yang
esensial bagi kehidupan di masa datang. Bekerjasama (collaborating)
untuk membantu peserta didik belajar secara efektif dalam kelompok, membantu
peserta didik untuk berinteraksi dengan orang lain, saling mengemukakan
gagasan, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, mengumpulkan data,
mengolah data, dan menentukan alternatif pemecahan masalah.
Sehingga prinsip ini menyatukan berbagai pengalaman dari
masing-masing peserta didik untuk mencapai standar akademik yang tinggi
(reaching high standards) melalui pengidentifikasian tujuan dan memotivasi
peserta didik untuk mencapainya.
Dengan demikian, pembelajaran kontekstual merupakan
pembelajaran yang menekankan hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan
lainnya, antara teori dengan praktek, antara bahan yang bersifat konsep dengan
penerapan dalam kehidupan nyata.
b. Prinsip
Perbedaan (differentiation)
Prinsip diferensiasi adalah mendorong peserta didik
menghasilkan keberagaman, pebedaan, dan keunikan. Terciptanya kemandirian dalam
belajar (self-regulated learning) yang dapat mengkontruksi minat peserta
didik untuk belajar mandiri dalam konteks tim dengan mengkorelasikan bahan ajar
dengan kehidupan nyata, dalam rangka mencapai tujuan secara penuh makna (meaningfullness).
Terciptanya berpikir kritis dan kreatif (critical and
creative thinking) di kalangan peserta didik dalam rangka pengumpulan,
analisis, dan sintesa data, guna pemecahan masalah.
Terciptanya
kemampuan peserta didik untuk mengidentifikasi potensi pribadi, dalam rangka
menciptakan dan mengembangkan gaya belajar (style of learning) yang
paling sesuai sehingga dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin secara
aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan sehingga menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat.
Oleh sebab itu, para pendidik juga dituntut untuk mendidik,
mengajar, melatih, membimbing sejalan dengan prinsip diferensiasi ini. Proses
pendidikan dan pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan menekankan
kreativitas, keunikan, variasi dan kolaborasi. Konsep-konsep tersebut bisa
dilaksanakan dalam pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual berpusat
pada siswa. Dengan ini siswa dapat berkolaborasi dengan teman-temannya untuk
melakukan pengamatan, menghimpun dan mencatat fakta dan informasi, menemukan
prinsip-prinsip dan pemecahan masalah.
c.
Pengorganisasian Diri (self organization)
Prinsip pengorganisasian diri/pengaturan diri menyatakan
bahwa proses pembelajaran diatur, dipertahankan, dan disadari oleh peserta
didik sendiri, dalam rangka merealisasikan seluruh potensinya. Peserta didik
secara sadar harus menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri,
menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis
informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.
Prinsip pengorganisasian diri ini, menuntut para pendidik
dan para pengajar di sekolah agar mendorong tiap siswanya untuk memahami dan
merealisasikan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin. Dalam hal ini
pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa untuk mencapai
keunggulan akademik, penguasaan keterampilan standar, dan pengembangan sikap
dan moral siswa.
Melalui interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian
baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi,
kemampuan mereka dalam bertahan dan menemukan sisi keterbatasan diri
2.2.2
Karakteristik Model Pembelajaran CTL
Menurut Johnson (dalam Nurhadi, 2002:14) terdapat
delapan utama yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual, yaitu
1. melakukan hubungan yang bermakna,
2. mengerjakan pekerjaan yang berarti,
3. mengatur cara belajar sendiri,
4. bekerja sama,
5. berpikir kritis dan kreatif,
6. mengasuh atau memelihara pribadi siswa,
7. mencapai standar yang tinggi, dan
8. menggunakan penilaian sebenarnya.
Nurhadi (2003:20) menyebutkan dalam kontekstual
mempunyai sebelas karakteristik antara lain yaitu
1. kerja sama,
2. saling menunjang,
3. menyenangkan,
4. belajar dengan bergairah
,5. pembelajaran terintegrasi,
6. menggunakan berbagai sumber,
7. siswa aktif,
8. sharing dengan teman,
9. siswa aktif, guru kreatif,
10. dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan
hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan lain-lain, serta
11. laporan kepada orang tua bukan hanya rapor,
tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan
lain-lain.
Priyatni (2002:2) menyatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan dengan CTL memiliki karakteristik sebagai berikut.
1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang autentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah dalamkonteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).
2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning)
3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses mengalami (learning by doing).
4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja
kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi (learning in a group).
5) Kebersamaan, kerja sama saling memahami dengan yang lain secara mendalam merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (learning to knot each other deeply).
6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif,
kreatif, kreatif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to
York together).
7) Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang
menyenangkan (learning as an enjoy activity).
2.3
Komponen-Komponen Model Pembelajaran CTL
Menurut
Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah
komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry),
bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan
(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic).
Adapaun penjelasannya sebagai berikut:
1.
Konstruktivisme (constructivism).
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar
tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu
proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun
pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimili kinya.
2.
Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi
hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah
siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning),
mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan
(conclusion )
3.
Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari
bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual.
Kegiatan bertanya berguna untuk :
- Menggali informasi,
- Menggali pemahaman siswa,
- Membangkitkan respon kepada siswa,
- Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa,
- Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa,
- Memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru,
- Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
4.
Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan
hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil
belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang
tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua
arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran
saling belajar.
5.
Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,
mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan
apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual,
guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa
dan juga mendatangkan dari luar.
6.
Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa
yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan
dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak
agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang
diperoleh hari itu.
7.
Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan
belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar
siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami
pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang
relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
2.4 Sintaks Model Pembelajaran CTL
Menurut
Muslich (2007), pembelajaran CTL dikembangkan dengan memperhatikan lima unsur
pokok yang disingkat dengan
REACT
yakni:
1.
Relating, yaitu belajar dikaikan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata
2.
Experiencing, yakni pembelajaran dikaitkan dengan penggalian (eksplorasi),
penemuan (discovery) dan penciptaan (invention).
3.
Appliying, yaitu presentasi pengetahuan dalam konteks pemanfaatannya.
4. Cooperating,yaitu
belajar dalam bentuk kontak interpersonal dan kerjasama.
5.
Transfering, yaitu belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi atau
konteks baru.
Tabel 1.
Sintaks Pembelajaran melalui Pendekatan CTL.
NO
|
Tahap
|
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
CTL
|
1
|
Pendahuluan
|
·
Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut
·
Menyampaikan prasyarat
|
•
Mendengarkan tujuan yang disampaikan guru
•
Menjawab prasyarat dari guru
|
relating
|
2
|
Inti
|
·
Menyampaikan
motivasi
·
Menyampaikan materi dan memberiakan contoh
·
Menjelaskan dan mendemonstrasikan percobaan
·
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok
belajar yang heterogen
·
Membimbing siswa menjawab pertanyaan yang ada di
LKS
·
Meminta perwakilan dari setiap kelompok mempersentasikan
hasil
diskusi didepan kelas
|
·
Menjawab
motivasi dari guru
·
Mendengarkan dan mecatat penjelasan guru
·
Memperhatikan
Demonstrasi
guru
·
Membentuk
kelompok
·
Melakukan percobaan yang ada di LKS
·
Menjawab pertanyaan yang ada di LKS
·
Mempersentasikan hasil percobaan kelompok yang
diperoleh
|
Cooperating
Experimenting
Applliying
|
3
|
Penutup
|
·
Membimbing siswa
merangkum
atau menyimpulkan semua materi yang telah dipelajari
·
Memberikan
tes
|
·
Merangkum atau menyimpulakn materi yang telah
dipelajari
·
Mengerjakan
soal-soal tes
|
Transfering
|
2.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran CTL
Kelebihan
- Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.
- Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
Kelemahan
- Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
- Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
2.6 Pembelajaran fisika dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pembelajaran
fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi nyata siswa dan medorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tugas guru dalam pembelajaran fisika
dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini adalah
membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan
strategi daripada memberi informasi.
Pembelajaran
fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ini
menjadi acuan yang selanjutnya dapat menghubungkan antara materi, kehidupan
nyata dan aplikasi. Hal ini sejalan dengan penjelasan sebagai berikut:
Pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupannya sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran
lebih dipentingkan daripada hasil (Depdiknas, 2003:1).
Pembelajaran
fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) merujuk
pada pemikiran tentang belajar yaitu sebagai berikut
(Depdiknas,
2003:3-5):
(1) Proses
Belajar; dalam mana anak belajar dari mengalami sendiri, mengkontruksi
pengetahuan, kemudian memberikan makna pada pengetahuan itu,
(2) Transfer
Belajar; anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahun
dan keterampilan
yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya,
(3) Siswa
sebagai Pembelajar; tugas guru mengatur strategi belajar, membantu
menghubungkan
pengetahuan lama yang sudah diketahui anak dengan yang
baru, dan
memfasilitasi belajar, dan
(4) Pentingnya
Lingkungan Belajar; lupakan tradisi: “Guru ekting di panggung,
siswa menonton”.
Ubah menjadi “Siswa aktif bekerja dan belajar di panggung,
guru mengarahkan
dari dekat”.
Dengan demikian menurut Depdiknas
(2003:5) bahwa: Pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching
and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yaitu: Konstruktivisme (Contructivisme), bertanya (Questioning),
menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection), dan penilaian
sebenarnya (Authentic Assessment). Sebagai contoh, kelas fisika
yang mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas
dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk
menjaga gedung saat terkena panas atau terkena dingin.
Ketujuh komponen utama pembelajaran
efektif yang mendukung terhadap
pembelajaran
fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) tersebut
penjelasannya adalah sebagai berikut Depdiknas (2003:10-20):
(1)
Konstruktivisme (Contructivisme)
Konstruktivisme
merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan kontekstual.
Maksud
kontruktivisme disini yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan
tidak mendadak. Dalam hal ini, manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
member mana melalui pengalaman nyata.
(2) Bertanya (Questioning)
Bertanya
merupakan strategi utama pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
kontekstual. Dalam pembelajaran, bertanya dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan
bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang
pendekatan penemuan (inquiri), yaitu menggali, mengkonfirmasi apa yang sudah
diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
(3) Menemukan (Inquiry)
Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang
harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun
materi yang diajarkannya.
(4) Masyarakat
belajar (Learning Community)
Konsep Learning
Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerjasama dengan
orang lain. Hasil belajar diperoleh dari hasil bagi antara teman,
antara kelompok,
dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Masyarakat belajar bisa terjadi
apabila ada proses komunikasi dua arah, sesorang yang terlibat dalam kegiatan
masyarakat belajar akan memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya
dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.
Oleh karena itu, dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
(5) Pemodelan (Modeling)
Pemodelan
kontekstual maksudnya, bahwa dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau
pengetahuan tertentu harus ada model yang bisa ditiru. Pemodelan akan lebih
mengefektifkan pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual untuk
ditiru, diadaptasi, atau modifikasi. Dengan adanya suatu model untuk dijadikan
contoh biasanya konsep akan lebih mudah dipahami atau bahkan bisa menimbulkan
ide baru. Salah satu contoh pemodelan dalam pembelajaran fisika misalnya
mempelajari contoh penyelesaian soal, penggunaan alat peraga, cara menemukan
kata kunci dalam suatu bacaan atau cara membuat skema konsep. Pemodelan ini
tidak harus selalu oleh guru, bisa juga oleh siswa atau media yang lainnya.
(6) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah
cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang
apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon
terhadap kejadian,aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Dalam
pembelajaran, pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan yang
dimilki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas
sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antar pengethuan
yang dimilki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian, siswa
merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru
dipelajarinya. Kunci dari semua adalah begaimana pengetahuan itu mengendap di
benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan
ide-ide baru itu.
(7) Penilaian
sebenarnya (Authentic Assessment)
Authentic
Assessment adalah
penilaian yang dilakukan secar komprehensif berkenaan dengan seluruh aktivitas
pembelajaran yang meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha
sisa yang telah dilakukanya mendapat penghargaan. Penilaian otentik seharusnya
dilakukan dari berbagai aspek dan metoda sehingga menjadi objektif. Dalam
penelitian ini aspek yang menjadi penilaian yaitu aspek afektif, aspek psikomotorik
tiap siswa dan unjuk kerja kelompok serta tes tertulis untuk menilai tingkat
penguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.
Dari
ketujuh komponen tersebut, pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada
dunia nyata, berpikir tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif,
berbasis masalah nyata, penilaian komprehensif, dan pembentukan manusia
yang mempunyai akal dan nurani.
Langkah-langkah
pengembangan model menurut Brog dan Ball
1. Research and
information collecting (studi awal)
2. Planning
(perencanaan)
3. Development
preliminary from of product (mengembangkan bentuk awal model)
4. Preliminary
field testing (ujicoba pendahuluan)
5. Main product
revision (revisi untuk menyiapkan produk utama)
6. Operational
field testing (ujicoba operasional)
7. Final product
revision (revisi produk akhir)
8. Main field
testing (ujicoba utama)
9. Disseminasi
and distribution (diseminasi dan distribusi)
Bab 3 Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan suatu model
pembelajaran yang menekankan keterlibatan siswa setiap tahapan pembelajaran
dengan cara menghubungkannya dengan situasi kehidupan yang dialami siswa
sehari-hari sehingga pemahaman materi diterapkan dalam kehidupan nyata.
Karakteristik CTL adalah pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada, belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru,
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk diyakini dan
diterapkan, memperaktikkan pengalaman dalam kehidupan nyata, dan melakukan
refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual meliputi tiga
prinsip utama, yaitu: saling ketergantungan (interdependenci), diferensiasi
(differentiation), dan pengorganisasian diri (self organization).
Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional,
terutama dalam hal peranan siswa, peranan guru, proses pembelajaran, dan tujuan
belajar. Seluruh komponen pembelajaran kontekstual menekankan aktivitas siswa
secara penuh baik fisik maupun mental. Menempatkan peran siswa selain sebagai
subjek pembelajaran juga latar belakang kehidupan, kemampuan, pengalaman
belajar, pengelompokan belajar, dan tujuan belajar faktor siswa selalu
dipertimbangkan.
Komponen-komponen pembelajaran sebagai asas CTL dalam
menerapkan pola pembelajaran meliputi asas kontuktivisme, inkuiri, bertanya,
masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan penilaian nyata. Keseluruhan
komponen ini dipertimbangkan dalam langkah-langkah pembelajaran kontekstual
yang meliputi pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup, baik pelaksanaan
di lapangan maupun di dalam kelas.
Menurut
Muslich (2007), pembelajaran CTL dikembangkan dengan memperhatikan lima unsur
pokok yang disingkat dengan REACT yakni: Relating , Experiencing, Appliyin, Cooperating,dan Transfering, yaitu belajar
melalui pemanfaatan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.
Model
Pembelajaran CTL memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan dari CTL
adalah pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil serta pembelajaran lebih
produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode
pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme. Sedangkan kekurangan dari model
pembelajaran CTL yakni guru lebih intensif dalam membimbing siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa
yang diterapkan semula.
Menurut
Depdiknas (2003:5) bahwa: Pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: Konstruktivisme (Contructivisme),
bertanya (Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection), dan
penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Sebagai contoh,
kelas fisika yang mempelajari tentang konduktivitas termal dapat mengukur
bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan mempengaruhi jumlah energi yang
dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena panas atau terkena dingin.
Selanjutnya,
pembelajaran fisika dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada dunia nyata, berpikir
tingkat tinggi, aktivitas siswa, aplikatif, berbasis masalah nyata, penilaian
komprehensif, dan pembentukan manusia yang mempunyai akal dan nurani.
Daftar Pustaka
·
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/196703071991031-SAEFUL_KARIM/Prop._Skripsi.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar